Sebut
saja namanya Nayla. Setiap jam yang menetaskan menit , lalu menit berbiak
detik, dia tak pernah lepas dari bunga abadi itu. Bunga yang katanya sebagai
lambing cinta sejati itu selalu dia bawa, dimanapun dia berada. Bahkan
terlampau sering dia berbicara seorang diri dengan bunganya. Dia bilang, dia
selalu menemukan sosok Arma, dalam bunganya. Dan Arma selalu menghiburnya tiap
kali Nayla berduka. Dan akupun benci, setiap Nayla bilang seperti itu. Tak
mungkin Arma hadir kembali setelah kepergiannya.
Semula,
Nayla tipe seorang yang penuh dengan keceriaan. Hati nya masih polos damn tutur
katanya lemah lembut. Dia sangat mendamba setangkai Edelwish. Arma yang
mengetahui akan hal itu, berniat membawakan setangkai Edelwish untuknya. Karna
Arma sangat mencintai Nayla. Tertarik Nayla ketika bunga itu tengah
digenggamnya. Namun disisi lain, dia kehilangan keceriaannya. Separuh nyawa
dari bunga itu adalah diri Arma. Percaya Nayla ketika pemuda yang dicintgainya
telah tiada.
Hari
ini dia termenung kembali. Nayla yhang usianya masih 16 tahun, bagai Nayla yang berumur 20 tahun. Dulu dia terlihat
manja seperti anak kecil. Sekarang dia banyak diam , selalu murung. Wajahnya
Nampak pucat , tetapi kedewasaannya nampak drastis.
Nayla duduk dibangku tepi lapangan basket. Tempatnya
jauh dari keramaian. Di pojok belakang sekolah. Terkadang, dia sering tertidur
disana dengan meenggenggam Edelwish didadanya. Hari ini sepulang sekolah , dia
juga menetap dikediamannya. Bahkan larut sampai senja tergantgikan oleh malam.
Matanya terkatup, desahan nafasnya seiring detakan jantungnya. Rambutnya yang
hitam legam tergerai sebahu. Air mata memeleh di kedua pipinya. Tak ada
Edelwish ditangannya. Kedua tangannya kosong melengkup didada. Matanya terkatup
rapat hingga bibirnya pun terkunci manis. Bisa kupastikan, dia tidak sedang
tertidur.
Samar
aku menyentuh tangan Nayla didadanya. Dia terjaga dari tidurnya dan membuka
mata yang sedari tadi tertutup. Dia memeluk erat tubuhku. Menangis
sesenggukan.”Tian” ucspnya lirih setengah berbisik.”Edelwish nya.. seseorang
mengambilnya saat aku tertidur” tgerangnya lembut disertai rasa kehilangan yang
mendalam. Aku menghiburnya, memotivasinya, untuk lebih tegar. Tiba-tiba dia
sentakkan pelukannya sampai aku kaget dan terucap “Tak bisa kubiarkan Tian !”
akan kubunuh orang yang mengambilnya. Dia telah m,engambil Arma, Tian !”.
Nadanya tajam dan ganas sampai aku sendiri ngeri melihatnya. Dia berucap lagi “
kamu tau siapa orangnya , Tian ?” tanyanya ingin tau. Aku menggeleng penuh
kecewa. Dia tertawa terbhak-bahak. Lalu menjerit histeris. Kembali iba aku
melihat keadaannya.
Kaki dan tangan Nayla terikat
dikamarnya. Dia tak dapat berkutik sedikitpun. Dokter Didi baru saja member
suntikan penenang. Sekarang Nayla tertidur pulas. Tante Mala berada ditepi
ranjang , memandangi putridnya dengan iba.
Berharap Nayla bisa ceria lagi
seperti dulu.
“Tante istirahat saja dulu, biar Tian yang jagain Nayla “
“Makasih Tian, tapi tante ingin di dekat Nay sampai Nay
siuman”
“Tan, please.. kali ini dengerin Tian, kumohon tante Mala
istirahat dulu ya..” tante mala mendesah. Menimbang-nimbang sebentar , lalu
mengangguk setuju.
Kupandangi
wajah Nayla tanpa rasa jenuh. Aksihan dia, kenapa gadis seperti Nayla harus
mempunyai traumatic seperti itu. Apalagi dia sedah tak mempunyai ayah , hanya
punya ibu yang selalu setia menemaninya. Matanya terbuka, berkaca-kaca melihat
tali melilit tangan dan kakinya. Kemudian airmatanya jatuh satu persatu.
Memandang tajam kearahku , sebentar dia tersenyum , tertawa, dan sebentar lagi
menangis. Lalu memandangku lagi, hingga aku risau.
“Nay, ada yang kamu inginkan sekarang ? kamu makan dulu ya
Nay” ucapku lembut dan sabar.
“Lepasin!! Lepasin ! lepasin talinya…!! Arma mana, kenapa
dia nggak kesini? Arma mana , Tian?!”
“Tenang nay, tenang.. kamu tenang dulu ya Nay.. Arma akan
dating, tapi bukan disini. Dia menunggumu dilapangan basket. Ka u percaya kan
Nay?”
lepasin talinya…!! Arma mana, kenapa
dia nggak kesini? Arma mana , TiaDia mengangguk
tersenyum dan meneteskan kembali air matanya.
Satu
hari..
Dua
hari..
Hingga
hari ke-5 , tak kunjung dia dapatkan sosok yang ingin dia temuai. Meski
kekecewaan menyelimuti hatinya, tapi semangat Nayla tak runtuh. Nayla sudah tak
bisa lagi sekolah seperti dulu. Bahkan aku terlanjur rindu dengan Nayla yang
dulu. Setiap hari dia selalu tersenyum , tak pernah marah. Jail, polos, lugu
dan culunnya bukan main. Sampai-sampai
aku selalu mencibirnya “Nay, besok kalu pake rok , ditinggikan lagi. Segitu sih
belum seberapa , kalo perlu , jadi saingannya Jojon , biar lebih ngetop !”.
setelah itu, dia pasti sangat kesal dan berteriak “Destian…!!!” serta
mencubitku. Hingga aku merasa geli dibuatnya terbahak-bahak. Ketertarikanku
pada Nayla bukan karena wajahnya yang ayu, atau bahkan otak briliannya. Tapi
sifatnya yang polos dan tutur katanya yang lembut. Benar-benat sosok Nayla yang
kurindukan.
Hari ke-5 ini dia sangat lesu. Dia tak mau beranjak dari
tempatnya. Aku menemaninya hingga dia mau pulang.
“Tian, kamu nggak merasa keganggu menemaniku terus, sebentar
lagi kan Ujian Nasional “ ujarnya sangat lemas.
“Lantas apa hubungannya denganmu ?” jawabku datar. Namun dia
masih berkata seolah mengalihkan pembicaraan.
“Atau paling nggak, main gih sana.. itu lapangan basket
sudah rindu dengan permainanmu”
“Ih nyuruh-nyuruh aku , kamu kali.. yang rindu permainan
Arma. Lagian aku nggak suka ah, suara pelan kayak gitu” dia tersenyum pahit,
kemudian melanjutkan kalimatnya “ oh ya.. bukankah pertama kali kamu memberikan
Edelwish nya di lapangan basket ini “ ujarnya penuh semangat.
“Seandainya arma sendiri yang memberikannya , pasti amat
bahagia hatiku ini” sesal Nayla sangat menukik hatiku. Kutahan airmataku dan
kembali menghiburnya.
“Sudahlah Nay, itu semua udah larut “
“Mungkin sebagian yang kamu katakana benar , tapi aku yakin
Arma akan kembali datang untukku. Yakinnya penuh harap .
“Rasanya aku ingin tidur , nanti kamu bangu nin aku ya Tian
, saat senja telah dating “ pintanya sangat manja. Dan dia segera tertidur
bersandar dipundakku. Kugunakan kesempatan itu untuk mengambil Edelwish kuning
ditasku. Kupandang sejenak bunga itu , aku tersenyum geli. Kenapa Nayla sangat
percaya bahwa sepenuhnya bunga ini adalah Arma. Aku tau, mendapatkan bunga ini
sangatlah sulit. Mungkin sudah banyak pedagang bunga Edelwish dipasaran sana,
khususnya daerah jawa. Tapi alangkah puas jika bisa mendapatkannya dengan jerih
payah sendiri. Bungaz Edelwish biasanya tumbuh dilereng-lereng , bahkan sampai
di puncak gunung. Mendapatkan bunga Edelwish tidak semudah yang dibayangkan
seseorang harus lebih dahulu bermain petak umpet dengan pos penjaganya. Boleh
saja sih, tinggal petik , itupun jika siap menaggung resikonya. Ternyata,
jantan juga si Arma , mendapatkan unga
ini dan pulang dengan hembusan nafas terakhirnya. Pantas saja Nayla begitu
mencintainya.
Kuletakkan
Edelwish itu kembali ditangan Nayla. Jika dia bangun, mungkin saja dia berani
membunuhku. Karena beraninya diriku mengambil harta kepunyaan Nayla yang paling
berharga. Apapun yang terjadi, akan kuterima konsekuensinya.
Dengan Edelwish ditangannya, Nayla terlihat lebih anggun
sama seperti hari lalu , ketika kutemukan dia sedang tidur dengan menggenggam
setangkai Edelwish. Tanpa kusadari , senja telah datang. Dengan pelan, kubangunkan
Nayla , tapi dia tak kunjung bangun, lalu kucubit , siapa tau dia sedang
bergurau. Hingga pada kenyataannya, usahaku sia-sia. Nayla sedang tidak
bergurau , melainkan tertidur untuk selamanya.
Senja
kian membahana langit , kaki langit terlihat penuh mega merah yang menyongsong.
Kulihat sebersit cahaya didepanku. Nampaknya cahaya itu berasal dari pintu
langit. Seorang pemuda tampan bertubuh jakung menggandeng tangan Nayla. Dialah
pemuda yang Nayla nantikan. Nayla dan Arman mengenakan baju putih saat itu.
Terlihat suci, dan mereka berdua sangat serasi. Mereka terlihat pucat , rambut
Nayla yang lurus dibiarkannya bterurai. Kemudian mereka berdua memandang
kearahku , Nayla bergumam.. terimakasih dan melambaikan tangannya kepadaku.
Mereka berdua lenyap bersama senja yang akhirnya tergantikan oleh gelap gulita.
Kisah setangkai Edelwish masih erat ditanganku. Terkubur bersama cintaku kepada
Nayla.
edelwish di akhir senja (cerpen)
THE END
karya : Insani Gusti
http://facebook.com/insanigusti