Senin, 04 Juni 2012

Dalih Korup


Perjanjian masa telah kandas
Meski sajak jelata
Bercekcok  tak ada henti
Dan demonstrasi terpapang air mata darah
Telah mereka nodai dengan nista
Masihklah semua berlanjut ?
Dan terus berkobar para tangan korup ?
Ah !
Percuma Undang-Undang seluas semesta
Terlalu lincah sepak mereka
Kini hanya kaidah jenaka
Terus bergulir tiada arti
Diantara otak picik , tak sudi diingat
Tak takut azab, selalu..
Berulah siap mangsa ditikami
Menjilat, meobohkan jantung negri
Berleha-leha , diatas
Air mata suci dan tak pantas
Sebagai dalih tirani
Apalagi panutan sejati
Sadarkah mereka semua ?
Introspeksi diri !

Minggu, 03 Juni 2012

wisuda

alhamdulillah..
setelah 3 tahun menjalani masa-masa SMA, tanggal 2 juni 2012, saya  mengakhirinya dengan Prestasi yang cukup membanggakan.
tidak semua wali murid diundang dalam prosesi wisuda yang dilaksanakan di Pendopo. hanya wali murid yang putra/putrinya yang menempati peringkat 3 besar. dan alhamdulillah saya masuk dalam 3 besar, sehingga orangtua saya bisa menyaksikan dan mendampingi saya berdiri dipodium :)
*dream make it happend :)

Edelwish di Akhir Senja


                Sebut saja namanya Nayla. Setiap jam yang menetaskan menit , lalu menit berbiak detik, dia tak pernah lepas dari bunga abadi itu. Bunga yang katanya sebagai lambing cinta sejati itu selalu dia bawa, dimanapun dia berada. Bahkan terlampau sering dia berbicara seorang diri dengan bunganya. Dia bilang, dia selalu menemukan sosok Arma, dalam bunganya. Dan Arma selalu menghiburnya tiap kali Nayla berduka. Dan akupun benci, setiap Nayla bilang seperti itu. Tak mungkin Arma hadir kembali setelah kepergiannya.
                Semula, Nayla tipe seorang yang penuh dengan keceriaan. Hati nya masih polos damn tutur katanya lemah lembut. Dia sangat mendamba setangkai Edelwish. Arma yang mengetahui akan hal itu, berniat membawakan setangkai Edelwish untuknya. Karna Arma sangat mencintai Nayla. Tertarik Nayla ketika bunga itu tengah digenggamnya. Namun disisi lain, dia kehilangan keceriaannya. Separuh nyawa dari bunga itu adalah diri Arma. Percaya Nayla ketika pemuda yang dicintgainya telah tiada.
                Hari ini dia termenung kembali. Nayla yhang usianya masih 16 tahun, bagai Nayla  yang berumur 20 tahun. Dulu dia terlihat manja seperti anak kecil. Sekarang dia banyak diam , selalu murung. Wajahnya Nampak pucat , tetapi kedewasaannya nampak drastis.
                Nayla  duduk dibangku tepi lapangan basket. Tempatnya jauh dari keramaian. Di pojok belakang sekolah. Terkadang, dia sering tertidur disana dengan meenggenggam Edelwish didadanya. Hari ini sepulang sekolah , dia juga menetap dikediamannya. Bahkan larut sampai senja tergantgikan oleh malam. Matanya terkatup, desahan nafasnya seiring detakan jantungnya. Rambutnya yang hitam legam tergerai sebahu. Air mata memeleh di kedua pipinya. Tak ada Edelwish ditangannya. Kedua tangannya kosong melengkup didada. Matanya terkatup rapat hingga bibirnya pun terkunci manis. Bisa kupastikan, dia tidak sedang tertidur.
                Samar aku menyentuh tangan Nayla didadanya. Dia terjaga dari tidurnya dan membuka mata yang sedari tadi tertutup. Dia memeluk erat tubuhku. Menangis sesenggukan.”Tian” ucspnya  lirih setengah  berbisik.”Edelwish nya.. seseorang mengambilnya saat aku tertidur” tgerangnya lembut disertai rasa kehilangan yang mendalam. Aku menghiburnya, memotivasinya, untuk lebih tegar. Tiba-tiba dia sentakkan pelukannya sampai aku kaget dan terucap “Tak bisa kubiarkan Tian !” akan kubunuh orang yang mengambilnya. Dia telah m,engambil Arma, Tian !”. Nadanya tajam dan ganas sampai aku sendiri ngeri melihatnya. Dia berucap lagi “ kamu tau siapa orangnya , Tian ?” tanyanya ingin tau. Aku menggeleng penuh kecewa. Dia tertawa terbhak-bahak. Lalu menjerit histeris. Kembali iba aku melihat keadaannya.
,
                                                                                                  
Kaki dan tangan Nayla terikat dikamarnya. Dia tak dapat berkutik sedikitpun. Dokter Didi baru saja member suntikan penenang. Sekarang Nayla tertidur pulas. Tante Mala berada ditepi ranjang , memandangi putridnya dengan iba.  Berharap Nayla bisa ceria lagi  seperti dulu.
“Tante istirahat saja dulu, biar Tian yang jagain Nayla “
“Makasih Tian, tapi tante ingin di dekat Nay sampai Nay siuman”
“Tan, please.. kali ini dengerin Tian, kumohon tante Mala istirahat dulu ya..” tante mala mendesah. Menimbang-nimbang sebentar , lalu mengangguk setuju.
                Kupandangi wajah Nayla tanpa rasa jenuh. Aksihan dia, kenapa gadis seperti Nayla harus mempunyai traumatic seperti itu. Apalagi dia sedah tak mempunyai ayah , hanya punya ibu yang selalu setia menemaninya. Matanya terbuka, berkaca-kaca melihat tali melilit tangan dan kakinya. Kemudian airmatanya jatuh satu persatu. Memandang tajam kearahku , sebentar dia tersenyum , tertawa, dan sebentar lagi menangis. Lalu memandangku lagi, hingga aku risau.
“Nay, ada yang kamu inginkan sekarang ? kamu makan dulu ya Nay” ucapku lembut dan sabar.
“Lepasin!! Lepasin ! lepasin talinya…!! Arma mana, kenapa dia nggak kesini? Arma mana , Tian?!”
“Tenang nay, tenang.. kamu tenang dulu ya Nay.. Arma akan dating, tapi bukan disini. Dia menunggumu dilapangan basket. Ka u percaya kan Nay?”
lepasin talinya…!! Arma mana, kenapa dia nggak kesini? Arma mana , TiaDia mengangguk  tersenyum dan meneteskan kembali air matanya.










                Satu hari..
                Dua hari..
                Hingga hari ke-5 , tak kunjung dia dapatkan sosok yang ingin dia temuai. Meski kekecewaan menyelimuti hatinya, tapi semangat Nayla tak runtuh. Nayla sudah tak bisa lagi sekolah seperti dulu. Bahkan aku terlanjur rindu dengan Nayla yang dulu. Setiap hari dia selalu tersenyum , tak pernah marah. Jail, polos, lugu dan culunnya  bukan main. Sampai-sampai aku selalu mencibirnya “Nay, besok kalu pake rok , ditinggikan lagi. Segitu sih belum seberapa , kalo perlu , jadi saingannya Jojon , biar lebih ngetop !”. setelah itu, dia pasti sangat kesal dan berteriak “Destian…!!!” serta mencubitku. Hingga aku merasa geli dibuatnya terbahak-bahak. Ketertarikanku pada Nayla bukan karena wajahnya yang ayu, atau bahkan otak briliannya. Tapi sifatnya yang polos dan tutur katanya yang lembut. Benar-benat sosok Nayla yang kurindukan.
                                                                                                                   
Hari ke-5 ini dia sangat lesu. Dia tak mau beranjak dari tempatnya. Aku menemaninya hingga dia mau pulang.
“Tian, kamu nggak merasa keganggu menemaniku terus, sebentar lagi kan Ujian Nasional “ ujarnya sangat lemas.
“Lantas apa hubungannya denganmu ?” jawabku datar. Namun dia masih berkata seolah mengalihkan pembicaraan.
“Atau paling nggak, main gih sana.. itu lapangan basket sudah rindu dengan permainanmu”
“Ih nyuruh-nyuruh aku , kamu kali.. yang rindu permainan Arma. Lagian aku nggak suka ah, suara pelan kayak gitu” dia tersenyum pahit, kemudian melanjutkan kalimatnya “ oh ya.. bukankah pertama kali kamu memberikan Edelwish nya di lapangan basket ini “ ujarnya penuh semangat.
“Seandainya arma sendiri yang memberikannya , pasti amat bahagia hatiku ini” sesal Nayla sangat menukik hatiku. Kutahan airmataku dan kembali menghiburnya.
“Sudahlah Nay, itu semua udah larut “
“Mungkin sebagian yang kamu katakana benar , tapi aku yakin Arma akan kembali datang untukku. Yakinnya penuh harap .
“Rasanya aku ingin tidur , nanti kamu bangu nin aku ya Tian , saat senja telah dating “ pintanya sangat manja. Dan dia segera tertidur bersandar dipundakku. Kugunakan kesempatan itu untuk mengambil Edelwish kuning ditasku. Kupandang sejenak bunga itu , aku tersenyum geli. Kenapa Nayla sangat percaya bahwa sepenuhnya bunga ini adalah Arma. Aku tau, mendapatkan bunga ini sangatlah sulit. Mungkin sudah banyak pedagang bunga Edelwish dipasaran sana, khususnya daerah jawa. Tapi alangkah puas jika bisa mendapatkannya dengan jerih payah sendiri. Bungaz Edelwish biasanya tumbuh dilereng-lereng , bahkan sampai di puncak gunung. Mendapatkan bunga Edelwish tidak semudah yang dibayangkan seseorang harus lebih dahulu bermain petak umpet dengan pos penjaganya. Boleh saja sih, tinggal petik , itupun jika siap menaggung resikonya. Ternyata, jantan juga si Arma , mendapatkan  unga ini dan pulang dengan hembusan nafas terakhirnya. Pantas saja Nayla begitu mencintainya.
                Kuletakkan Edelwish itu kembali ditangan Nayla. Jika dia bangun, mungkin saja dia berani membunuhku. Karena beraninya diriku mengambil harta kepunyaan Nayla yang paling berharga. Apapun yang terjadi, akan kuterima konsekuensinya.
Dengan Edelwish ditangannya, Nayla terlihat lebih anggun sama seperti hari lalu , ketika kutemukan dia sedang tidur dengan menggenggam setangkai Edelwish. Tanpa kusadari , senja telah datang. Dengan pelan, kubangunkan Nayla , tapi dia tak kunjung bangun, lalu kucubit , siapa tau dia sedang bergurau. Hingga pada kenyataannya, usahaku sia-sia. Nayla sedang tidak bergurau , melainkan tertidur untuk selamanya.
                Senja kian membahana langit , kaki langit terlihat penuh mega merah yang menyongsong. Kulihat sebersit cahaya didepanku. Nampaknya cahaya itu berasal dari pintu langit. Seorang pemuda tampan bertubuh jakung menggandeng tangan Nayla. Dialah pemuda yang Nayla nantikan. Nayla dan Arman mengenakan baju putih saat itu. Terlihat suci, dan mereka berdua sangat serasi. Mereka terlihat pucat , rambut Nayla yang lurus dibiarkannya bterurai. Kemudian mereka berdua memandang kearahku , Nayla bergumam.. terimakasih dan melambaikan tangannya kepadaku. Mereka berdua lenyap bersama senja yang akhirnya tergantikan oleh gelap gulita. Kisah setangkai Edelwish masih erat ditanganku. Terkubur bersama cintaku kepada Nayla.










edelwish di akhir senja (cerpen)
THE END  

                                                                                    karya : Insani Gusti
                                                                             http://facebook.com/insanigusti